Pages

Minggu, 19 Desember 2010

Semuanya Berakhir

Hari itu, Shin dimakamkan...
Gerimis.. Hujan turun menghantarkan pelayatan Shin. Bahkan langit pun menangis. T_T
Sebenarnya aku tak bisa pergi.. Aku tidak menyangka, karena aku Shin benar-benar telah tiada. Hatiku sakit dan kacau. Dengan lemah, aku tetap mengunjungi pelayatan itu.. Aku tak bisa melewatkan satu pun hal-hal apa pun menyangkut Shin.

Beberapa hari berlalu hingga saat ini tiba. Aku tak tahu harus bagaimana...
Rasanya aku tak bisa hidup tanpa Shin.. Aku tak mampu melakukan apa pun. Hidupku lebih kacau rasanya, dibanding sebelum aku bertemu dengannya.
Tapi aku juga tidak bisa ikut dengannya. Aku tidak mungkin mati bunuh diri hanya karena keegoisanku.
Nyawaku.. Nyawa ini tetap ada sebab diselamatkan oleh Shin.
Shin egois!
Shin..
Aku mencintainya. Aku mencintainya seumur hidupku!
Sampai kapan pun, sampai aku mati, tidak akan ada yang bisa menggantikannya dihatiku.

Dan kini, aku hidup dengan ayahku. Perlahan-lahan sikapnya mulai melunak dan baik padaku. Lalu tiap beberapa waktu, aku selalu mengunjungi rumah Shin. Sekedar menyapa keluarganya atau mengenang kembali dirinya.
Dan mulai hari ini, aku berusaha menjalani hidupku apa adanya.
Aku percaya, kelak di akhirat nanti..
Aku dan Shin akan bersama selamanya.
Walau pun di dunia, hidupku harus berakhir seperti ini tanpa cintaku.

Kenyataan pahit

Di rumah sakit itu, Ibu dan kakak Shin datang. Mereka menangis tersedu-sedu.
Hatiku memberontak.. Air mataku jatuh lebih deras tak terhankan lagi...

Beberapa menit kemudian, tiba-tiba Ibu  Shin datang memelukku.. Dia berusaha menenangkanku saat ia sendiri sudah bisa mengendalikan dirinya. Lalu melepaskan pelukannya dan menghapus air mataku dari wajahku.
Setelah itu, kakak Shin mulai berkata banyak padaku..
"Sebenarnya Shin sakit, dia di diagnosa dokter bahwa akan meninggal beberapa bulan yang lalu sesaat setelah bertemu denganmu. karena penyakit yang dideritanya, kanker otak. Tetapi suatu keajaiban hal itu tidak terjadi! Setelah bertemu denganmu, keadaan Shin malah semakin membaik. Kami senang, kami percaya... bahwa karena dirimulah Shin dapat bertahan beberapa waktu lagi untuk masih bersama kami. Kami tahu Shin sangat menyayangimu. Maka itu kami rela, jika hendak Shin benar-benar telah tiada kami akan merelakan kepergiannya. Itu karena dari awal kami sudah ikhlas, kami hanya mencemaskan dirimu saja... Hanya aku tak menyangka.. Adikku ternyata benar-benar hebat.. Bukan karena penyakit yang di deritanya tetapi karena menolong gadis yang dicintainya. Dia pasti bisa hidup tenang disana. Jangan sedih.. Tuhan pasti punya rencana lain.. Dan kalalu kamu tidak keberatan, kamu bisa mengunjungi kami kapan saja. Bagaimana pun kamu sudah menjadi bagian dari keluarga, pintu rumah kami akan selalu terbuka untukmu. Shin pasti akan sangat senang dengan hal ini..."
Kalimat-kalimat yang diucapkan kakak Shin menghanyutkan diriku..
Aku.. Aku...

Kemudian ayahku datang lalu dibawanya aku kembali ke rumah.

Jangan Tinggalkan Aku!

Aku berusaha melepaskan cengkraman ayah dari tanganku. Dan akhirnya, cengkramannya benar-benar bisa lepas. Aku berlari, terus berlari menjauhi ayah. Tiba-tiba aku melihat Shin dari pinggir jalan itu, dan tanpa menghiraukan kendaraan aku terus berlari... Tapi Shin juga terus berlari menuju jalan itu.
Tiba-tiba,,, brakkkk... Shin mendorongku lalu aku jatuh terselungkur. Sakit....
Tapi sedetik itu pula, aku menengadah dan berbalik kepadanya... dan tepat dihadapanku truk menabrak dirinya.
Ugh.. Dia terluka parah dan mengeluarkan banyak darah.
DIA TEWAS SEKETIKA. Aku shock.. Ini tak mungkin. (Aku menyimpan tanganku di dadaku)
"Aaaaaaaaaaaarrrrrrrrrrrrgggggggggghhhhhhhhhhh......", air mataku jatuh.. hatiku sakit.. sakit sekali. Jantungku berdetak kencang, kencang sekali...
"Tidak.. tidak.. tidak... Tidak mungkin! Dia tidak boleh mati! Dia tidak boleh tiba-tiba meninggalkanku! Jangan... jangan... jangan pergi... Jangan mati!... Aku mohon, bangunlah!", aku berlari lalu mendekati lalu memeluknya dan aku terus berusaha membangunkannya!
"Shin, bangun... bangun... Jangan tidur di sini!"..
Orang-orang berlari mengerumuniku dan Shin, mereka bergegas memanggil ambulan dan polisi. Orang-orang itu berusaha menarikku dan melepaskan Shin. Tapi aku tak bisa melepaskannya.
"Ayo lepaskan dia.. dia sudah meninggal", begitu kata mereka. Kata-kata itu menghancurkanku.
Tiba-tiba tubuhku lemas dan aku melepaskan pelukanku dari Shin. Lalu ambulan datang dan membawa Shin pergi.
Tubuhku berlumuran darah Shin.. Aku tak bisa bergerak, aku tak punya kekuatan untuk berdiri. Dan tiba-tiba, ayah datang dan menarikku. Berusaha menopangku untuk berdiri.
Sirene mobil ambulan menghanyutkan batinku. Aku melepaskan diriku dari topangan ayah, aku berlari ketika mobil ambulan yang membawa Shin mulai bergerak perlahan meninggalkan keramaian ini.
"Jangan pergi...", aku berteriak, sesaat sebelum mobil itu hendak melaju lebih jauh dariku. Tiba-tiba mobil berhenti, dan aku masuk di dalamnya.
Saat sampai di rumah sakit, aku tak tahu harus bagaimana lagi. Shin dibawa pergi oleh perawat-perawat itu.

Karena Dia

Beberapa kali pun aku kabur, ayah pasti akan menemukanku. Tapi beberapa kali pun ayah menemukanku, Shin selalu saja menolongku.
Aku tidak menyangka, berminggu-minggu pelarian dari ayah bersama Shin akan menjadi seperti ini.
Bagiku, Shin adalah pahlawanku. Tanpanya, mungkin sekarang aku sudah tidak bisa bertahan lagi.
Suatu hari Shin berjanji, jika tiba waktu yang tepat dia akan membawaku ke tempat yang indah, dimana tak ada seorang pun yang dapat menemukan kami.
Dan janjinya itu telah terlaksana.
Di sana pula, Shin menyatakan cintanya padaku dan berjanji melindungiku seumur hidupnya.
Aku senang, aku bahagia sekali... Seperti ada kembang api yang meledak di atas kepalaku. Indah sekali.
Aku membalas perasaannya. Aku mengangguk. Lalu Shin memelukku.
Wajahku merona.

Beberapa waktu berlalu, kemudian kami memutuskan untuk pulang.
Beberapa meter sebelum aku sampai di rumah Shin, ayah tiba-tiba muncul lalu menghajarnya. Ia menarik kerah baju Shin dengan keras, aku tidak bisa melerainya. Shin dihajar habis-habisan. Ayah mengancam membunuh Shin jika dia masih berani menemui dan membawaku kabur kembali. Tapi Shin keras kepala, dan aku tak tahan melihatnya berkorban lebih banyak lagi.
Aku marah.. Aku meminta ayah untuk melepaskan Shin.. Aku berjanji pada ayah tidak akan kabur lagi darinya, asal Shin ia lepaskan. Asal Shin tidak mati, apa pun akan kulakukan.
Tiba-tiba ayah mencengkram tanganku lalu menarikku meninggalkan Shin..
Shin teriak memanggil namaku, melarangku untuk pergi. Ia mencoba untuk berdiri tapi tak bisa.. Aku tahu dia pasti sangat kesakitan, dirinya babak belur. Itu semua karena aku yang egois, terlalu bergantung kepadanya...
Aku tidak kuat melihatnya dan aku tidak mungkin membiarkannya terus seperti ini. Aku sangat menyayanginya.
'Tuhan, kuatkanlah hati kami...'

Bersamanya

Setelah kejadian itu dia membawaku ke rumahnya, aku senang karena diterima di sana. Ibu dan kakak (perempuan)nya sangat baik padaku. Sayang ia sudah tak punya ayah, sebab katanya ayahnya sudah meninggal sejak ia kecil dan saat itu ibunya tidak menikah lagi.
Hari-hari kulewati bersama mereka, aku senang dan bahagia, tapi dalam hatiku ada perasaan takut. Bagaimana bila tiba-tiba ayahku pergi mencari dan menemuiku? Dia bisa membunuhku... Aku takut.. Aku harus bagaimana?

Kecemasanku benar-benar terjadi...
Ayah menemukanku ketika hendak keluar dari rumah Shin. Tidak ada siapa-siapa, aku ditarik paksa kembali ke rumah. Aku takut tapi aku tak bisa teriak dan meminta tolong, bagaimana pun dia ayahku. Bagaimana kalau saat aku teriak dan meminta tolong orang-orang malah memukulnya? Lalu tiba-tiba dia terluka. Aku tak mau itu terjadi! Aku masih sayang pada ayahku, walau pun dia seperti ini padaku.
'Tuhan.. Aku harus bagaimana? ....'
 

Copyright © AIHIMA diary's. Template created by Volverene from Templates Block
WP by WP Themes Master | Price of Silver